Senin, 30 September 2013

Kelana Maya


“Pucuk daun itu menghijau menyusuri angin riuh rendah terhampar di pusara bumi. Bila saat akarnya menggenggam tanah hangat bersinarkan sang mentari. Seraya memejamkan mata, sang bunga menari dan terbang bercanda dengan debu. Melesat tak tahu rimbanya, sedangkan raganya tertancap kuat dalam pelukan bumi pertiwi. Siapa malaikat yang melintas dan menyapa sang bunga?. Membelai dengan bisikan kasih sayang. Dan menyatu dalam aroma semerbak mewangi berpijar lembut bak lentera.”
Sepenggal syair itu begitu menenangkan hati, dengan membawa imajenasi terbang mengikuti alurnya. Dia tergila-gila dalam khayalan di otak kanannya, yang tak bisa diterima dengan logika sehat. Semua berjalan seperti pada umumnya, sedari pagi hingga malam menjemput.  Pandangannya terlalu tajam melihat masa depan yang berbeda. Kasih sayang dan kepedulian adalah kunci mati impian yang tersimpan rapat di pintu hati. Bagaimana menjadikan yang tak nampak menjadi nyata, yang abu-abu menjadi putih bersih dan nyata menjadi kebiasaan.
Di tengah hiruk pikuk eklusivisme dan sekulerisme manusia seperti mayat hidup yang powernya adalah nafsu. Bahkan nafsu angkara itu bak tsunami yang menggulung keihklasan dan kasih sayang yang menjadi anugerah sifat dasar manusia. Visi dan misi bersama tergubah otomatis dengankepentingan pribadi. Sehingga, kuncup kasih sayang itu tak berkembang, kering dan jatuh terlindas debu kedholiman.
Dia mengehela nafas sejenak dalam kepenatan. Akankah jalan ini akan semulus pipi sang nona?. Setiap melihat ke depan jangan segan untuk terus berjalan walaupun dihiasi dengan fatamorgana seperti bayangan kabur yang memperburuk keadaan.  Itu semua hanya keraguan yang akan memperhebat ketakutan dan menciutkan nyali. Tunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang sempurna, dan sanggup menata peradaban dunia dengan pikiran dan tangannya yang disinari oleh wahyu illahi.
Maka bumi ini akan seindah taman firdausy dengan kesejukan nyata. Mengalirlah sungai kaca dibawah telapak kaki penghuninya. Semua nyata dalam pandangan mata dan jiwa.

1 komentar: